Kapal Nelayan Yang Tidak Bisa Beroperasi Di Karenakan Sulitnya Mencari Pasokan Bahan Bakar Jenis Solar
Poto : Istimewa
Pelaihari, peoplenews.id– Seperti para sopir truk, nelayan di Kabupaten Tanah Laut saat ini dihadapkan dengan kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Kalaupun ada, jumlahnya dibatasi atau jauh dari kuota yang dibutuhkan.
Karena sulitnya, tidak jarang membuat nelayan terpaksa menunda keberangkatan sambil menunggu mendapatkan. Sebab, kapal nelayan besar biasaya berlayar sampai 15 hari dengan kebutuhan solar sampai 5 drum atau 1.000 liter.
Sementara jatah solar bersubsidi yang disalurkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) serta solar packed dealer nelayan (SPDN) di masing-masing kecamatan, berbeda-beda.
Di Desa Pagatan Besar, Kecamatan Takisung, jatah SPDN sebanyak 40 ribu liter per bulan untuk melayani 76 kapal besar dan 29 kapal kecil. Kapal besar mendapat jatah 180 liter per bulan, sedang kapal kecil 100 liter per bulan.
Di Desa Swarangan, Kecamatan Jorong, BUMDes sebagai penyalur mendapat jatah 12 ribu liter per bulan untuk melayani 105 kapal nelayan, masing-masing kapal nelayan mendapatkan 40 liter per bulan.
Hal yang sama juga terjadi di Desa Muara Kintap, Kecamatan Kintap. Ada sekitar 200 kapal nelayan disini dengan jatah solar di SPBN 20 ribu liter per bulan. Mereka dijatah 100 liter per bulan.
Untuk menutupi kekurangan solar, nelayan biasanya mencari sampai ke tug boat atau LCT yang lalu lalang di Perairan Muara Kintap, barter dengan ikan hasil tangkapan.
Sementara bagi nelayan Desa Pagatan Besar, kekurangan solar memaksa mereka putar otak untuk mendapatkannya. Salah satunya melalui pengepul solar atau pelangsir. Dari tangan kedua ini, solar yang di SPBU seharga Rp 5.120 dijual antara Rp 8.000 sampai Rp9.000 per liter.
Yudi Hariyanto, salah seorang nelayan Desa Pagatan Besar, mengaku terpaksa menyetok solar untuk cadangan kalau kesulitan mendapatkan solar dari pengecer atau pelangsir.
“Harganya jauh lebih tinggi dibandingkan dari penyalur solar bersubsidi. Tetapi kami terpaksa membeli karena jatah SPDN sangat tidak memadai,” ujar Yudi saat dimintai keterangannya Kamis (10/3).
Mardani nelayan Desa Swarangan, Kecamatan Jorong, membenarkan masalah solar menjadi kendala bagi para nelayan. Terutama yang berlayar sampai 100 mil lebih dari pantai. Kalau membeli tambahan solar di pengecer harganya mulai dari Rp 9.000 sampai Rp 11.000 per liter.
“Solar saat ini sangat kami butuhkan, apalagi saat musim hasil tangkapan bagus. Kalau tidak mendapatkan tambahan solar, kami terpaksa urung ke laut,” kata Mardan sambil menambahlan, kapalnya butuh sampai 200 liter sekali ke laut. Sedang jatah, hanya 40 liter.
Menurut Mardani, saat hasil tangkapan bagus itu tidak berlangsung sepanjang tahun. Sehingga kalau tidak melaut saat itu, merupakan kerugian besar bagi nelayan dan anak buah kapalnya.
Sedang pengelola BUMDes dan SPDN, mengaku saat ini mereka hanya menerima separuh dari yang pernah mereka usulkan.
Rafi’I, pengelola BUMDes mengatakan, saat ini mereka mendapat jatah 12 ribu liter per bulan untuk melayani 105 kapal nelayan besar dan kecil. Padahal sebelumnya mereka mengusulkan 36 ribu liter per bulan.
Begitu juga dengan H Hamlan, pengelola SPDN Desa Pagatan Besar, yang setiap bulannya mendapat pasokan 40 ribu liter. Sebelumnya engusulkan 70 ribu liter per bulan.
“Selain memberikan jatah kepada nelayan kapal besar dan kecil, kami juga menyalurkan solar untuk petani yang mengoperasikan alat pertanian, seperti traktor, combine dan mesin pertanian lainnya,” jelas H Hamlan sambil menambahkan petani itu mendapat jatah masing-masing 20 liter.
Karena keberadaan solar yang masih jauh dari yang diharapkan, mereka berharap ada peninjauan ulang kuotanya. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan para nelayan.
feb