Muchdar Assegaf Dewan kehormatan
Adat Dayak Kalimantan Selatan
Bersama Terdakwa KDRT
Poto : Peoplenews
Banjarmasin, Peoplenews. Id– Kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa HRD terus bergulir. Pelapor, YLI, melalui juru bicaranya,
Habib Muchdar Assegaf selaku, Dewan kehormatan adat dayak Kalimantan Selatan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan pengadilan yang dianggap terlalu ringan. Rabu (19/3)
"Saya pribadi tidak menerima putusan yang sangat ringan ini. Pasal yang diterapkan hanya melihat aspek KDRT saja, padahal ada dampak psikologis yang serius terhadap korban dan anaknya. Trauma berkepanjangan, ancaman-ancaman, dan gangguan mental akibat kejadian ini seharusnya menjadi pertimbangan hakim," ujar Habib Muchdar.
Menurutnya, kasus ini tidak bisa disamakan dengan kasus kriminal lain seperti perampokan atau narkoba. Ia menegaskan bahwa ancaman yang diberikan terdakwa terhadap korban semakin memperburuk kondisi psikis korban dan keluarganya.
"Korban mengalami tekanan mental yang berat, tidak bisa bekerja, dan anaknya pun terdampak secara psikologis. Seharusnya, hakim dan jaksa menggunakan nurani dalam memutuskan kasus ini, bukan hanya melihat pasal semata," lanjutnya.
Lebih lanjut, Habib Muchdar menekankan bahwa putusan delapan bulan penjara untuk HRD sangat jauh dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang menyatakan bahwa pelaku kekerasan fisik dalam rumah tangga dapat dipidana dengan penjara maksimal lima tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00.
Selain mengajukan banding atas putusan delapan bulan penjara bagi HRD, pihak pelapor juga berencana melaporkan kuasa hukum terdakwa atas dugaan pelanggaran hukum.
"Kami akan melaporkan pengacara terdakwa ke pihak kepolisian karena ada unsur pidana dalam tindakan mereka. Kami tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan ini," tegas Habib Muchdar.
Kasus ini masih berlanjut, dan pihak pelapor berharap agar ada keadilan yang lebih berpihak pada korban serta hukuman yang lebih berat bagi terdakwa.
Ebi